Thursday, November 07, 2002

Seni yang Berkualitas

Baru saja saya mampir ke velasella. Dia baru saja main-main ke seattle art museum (sam), menyaksikan artis favourite-nya Frida Kahlo di special exibition mexican moderism. Tidak bisa dipungkiri, bahwa saya demikian tertinggal dalam updating pengetahuan tentang contemporary art. Banyak seniman yang saya "kenal" (dalam tanda kutib) justru setelah mereka sangat populer. Saya merindukan kesempatan seperti Ella, yang bisa menyaksikan karya-karya hebat seorang seniman saat orang lain belum tahu itu, saat karya-karya mereka masih baru, kontemporer.

Pernah saya berbincang dengan seorang teman, lewat diskusi level warung sentir, membahas bagaimana sih membedakan karya seni yang bagus dengan yang biasa-biasa saja. Seperti apakah pertunjukkan seni yang dianggap berkualitas. Dan (terus terang, ini pendapat awam, tanpa dilandasi teori tertentu) kita sampai pada kesimpulan, bahwa suatu pertunjukkan seni bisa dilihat kualitasnya jika mereka menawarkan kejutan-kejutan atau pun dengan merangsang permenungan... hehh... ribet nggak sih kalimatnya. Dan syarat itu pencapaian tersebut adalah novelty - kebaruan. Sekali lagi, hanya jika karya / pertunjukkan seni itu menawarkan hal-hal baru. Entah lewat teknik-teknik tema baru, presentasi baru, tema baru, langgam baru, dan seterusnya. Nah, disinilah keunggulannya kalau punya kesempatan untuk jadi saksi munculnya karya-karya baru (seperti Ella itu lho). Punya kesempatan untuk surprise, juga kesempatan untuk kontemplasi, saat satu karya baru muncul dan belum basi, kontemporer.
Cinta Sederhana

Pagi ini, tiba-tiba saya teringat satu potong lagu dari ost-nya Cinta Dalam Sepotong Roti-nya Garin Noegroho (kalau tidak keliru lho). Saya agak lupa syairnya, tapi masih ingat melodinya (samar). Lagu ini, pernah kami jadikan treatment tools untuk paduan suara siswa-siswi SMA Van Lith, Magelang, sebelum konser mereka di Jakarta. Melodi lagu tersebut, yang cukup sulit untuk dinyanyikan secara 'benar', kami nilai sesuai untuk 'pemanasan' sebelum latihan paduan suara. Tapi yang terutama, syairnya, ternyata bisa jadi alat untuk mengikat kebersamaan antar anggota koor tersebut. Bukan lewat kemenangan-kemenangan, atau kesamaan kostum dan hobi. Tapi justru melalui hati yang dididik untuk menerima anggota lainnya secara apa adanya. Ini cuplikan syairnya, kalau ada kesalahan redaksional, tolong direvisi ya:

....aku ingin mencitaimu
dengan sederhana
dengan kata
yang tak sempat
diucapkan kayu
kepada api
yang menjadikannya abu.....

....aku ingin mencitaimu
dengan sederhana
dengan isyarat
yang tak sempat
disampaikan awan
kepada hujan
yang menjadikannya tiada.....


Tuh, menggugah banget nggak sih lagu ini. Nggak cuma cocok buat rekan-rekan yang berpuasa. Tapi juga ok buat kita-kita di sini yang setiap hari dihadapkan pada berita-berita kekerasan dan permusuhan.

ps: baru dapet info dari neenoy, syairnya ternyata diambil dari sajaknya Sapardi Djoko Damono. Dia juga punya kasetnya, tapi sedikit rusak justru di lagu tersebut. Kalau ada yang masih punya rekamannya, saya berterimakasih sekali jika bisa membuatkan 1 copy untuk saya. Segala ongkos diganti deh. Kalau bisa dalam format digital / CD, lebih baik.
Few Things About My Office


Hee..hh.. lagi bete nih.
My office is a place where:

  • we have to have a meeting when everybody else is going out with the family
  • being messy is the best way to show that we are busy
  • little boss will disapeare when the big boss is out for bussiness travel
  • we can collect (and bring home) stationery products from around the world :-) ... nice huh...
  • being silent is a weakness...... and much talking and bluffing is an advantage
  • most of employee is working hard during January-September only. That's why the first post in this blog was on October.... :-)
  • no salary adjustment during the past three years .. :-(
  • employes have to walk around the building to get to the restroom
  • HRD is one of our biggest enemy
  • everybody have more than 6 hours over time a week
  • no one tell the tenant that there is a bomb in the building (until time pased)
  • there is no 'libur massal', even on Lebaran and Natal
  • our cubicle is also our storage, lunch room, and blogger's war room
  • low zone elevators always stop at ninth floor
  • office hour starts at 8.10 am, but no one will be in the office until 9.00 am. Well, we have to go for bubur Udien first... or bakmi vicky... or nasi uduk Thomas... or Pe three... or mie ayam theresia...


opo meneh yo....






Naik Kelas

Wahh.. saya baru saja diprotes beberapa teman. Mereka bilang, posting dari saya sekarang rada seret. Dan juga mulai terlalu serius. Well, mudah-mudahan yang berikut ini tidak terlalu serius, mudah-mudahan cukup membumi juga.

Bukannya ingin berkeluh kesah. Tetapi jujur saja, dalam usia kerja ini, saya kadang merasa memasuki dunia yang bergerak sangat lambat, bahkan kadang terasa seperti memasuki dunia yang bergerak mundur, dunia yang arah berputarnya tidak jelas. Okelah, ada kemajuan karir, pendapatan yang bertambah setiap tahun. Tapi toh itu semua (bagi saya) unpredictable. Belum tentu bisa dipetakan dengan jelas, karena sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, oleh orang lain, oleh lingkungan pekerjaan, oleh atasan.

Terkadang, pikiran saya menerawang ke tahun-tahun yang telah terlewati. Ke masa-masa dimana perjalanan hidup ini rasanya melewati step-step yang sudah jelas jalurnya. Saat kita kecil, kita melewati perkembangan dan kemajuan fisik yang sangat jelas. Kita belajar duduk, juga belajar bicara, saat lebih besar lagi belajar berjalan, berlari, belajar main layang-layang dan naik sepeda. Saat itu gigi kita tumbuh, kemudian tanggal, untuk kemudian tumbuh lagi.

Setelah itu, ada tahun-tahun, dimana perjalanan hidup (lebih sering) terwakili oleh peristiwa kenaikan kelas. Jenjang yang lebih tinggi, kemajuan diri, adalah saat kita naik ke kelas yang lebih tinggi. Dan di masa 'pendidikan formal' tersebut, perubahan fisik berjalan lebih lambat. Oke, kita bertambah besar. Tapi hal lain yang terjadi adalah perkembangan 'biologis' dan 'emosi' kita. Yaitu saat kita akil balik, mulai tertarik dengan lawan jenis, sampai dengan keinginan untuk mencari pasangan hidup. (Jika beruntung) kita menikah, punya keturunan, dst.

Saya terkadang merindukan masa-masa 'tumbuh' dan sekolah dulu, ketika semua orang melewati fase yang sama! Jika ingat masa-masa itu, timbul keinginan yang kuat dari diri saya untuk mencoba satu keahlian yang baru, belajar hal yang baru, aktivitas yang baru, atau setidaknya membaca satu buku yang baru atau juga berkenalan dengan orang-orang baru. Dengan demikian, saya berharap bisa merasakan dunia yang terus bergerak. Karena itulah yang mengantarkan hal-hal baru dan berbeda dalam kehidupan kita. Dan saya terus berharap, semoga saya tidak terjebak dengan wacana bahwa 'hanya inilah' dunia kita. Wacana yang memberi ilusi seolah kita telah mencapai segalanya.

Sekedar perangsang wacana baru:
Jika anda percaya dengan teori evolusi, apakah anda percaya bahwa manusia sekarang ini sudah mencapai fase perkembangannya yang final? Bentuk fisik yang final? Ataukah manusia berkembang justru ke arah dimensi non fisik? he..he..he... just a thought kok...

Tuesday, November 05, 2002

Indonesia Maju

Sekarang ini, setiap kali membaca surat kabar, saya merasa kegerahan yang luar biasa. Bagaimana tidak, setiap hari yang saya temui (di hampir semua harian) adalah berita mengenai para tokoh yang saling kritik, saling menyalahkan. Hebatnya lagi, saling kritik ini terjadi pada hampir setiap kasus yang kita hadapi. Masalahnya, kritikan yang ada seringkali tidak fokus ke issue yang sedang terjadi. Dan lebih menjengkelkan lagi (untuk ini saya setuju dengan bu Megawati), lebih banyak kritikan yang dilancarkan tanpa disertai suatu solusi. Seolah-olah semua masalah yang dihadapi bangsa sekarang ini, bisa dengan mudah diselesaikan hanya dengan menunjukkan kesalahan pemerintah.

Bukan saya berpihak kepada pemerintah sekarang. Mereka juga masih banyak kekurangan, lagipula masalah bangsa bukan melulu tanggung jawab pemerintah. Kita sebagai bangsa memang belum maju, belum dianggap elegant di antara para bangsa di muka Bumi ini. Ijinkan saya mengutip John Pariwono dan Michael Todaro:

Untuk menjadi bangsa 'elegant', kita butuh setidak-tidaknya 20%an (sekitar 30 jutaan)dari angkatan kerja adalah sarjana, sedang untuk dapat menjadi negara industri, diantara yang 20%an sajana itu 20%an-nya lagi haruslah engineers!!

Sedangkan (jika tidak keliru), jumlah sarjana Indonesia saat ini belumlah mencapai satu juta orang. Padahal, sejauh bangsa kita masih tergolong 'uneducated', kita masih akan tetap menjadi koloni (politik & ekonomi) negara maju. Jadi, jika ada yang berani kampanye mau mensejahteraken bangsa ini secara instant, orang tersebut harus kita check kesehatan mental dan otaknya. Ijinkan saya mengutip seorang teman: Bangsa ini baru bisa maju dan makmur kalau rakyatnya berke-ahlian, serta memiliki pemimpin yang pandai, jujur dan adil. Saya hanya ingin menyampaikan, masih banyak PR buat bangsa ini. "Bangsa" ini berarti kita juga (termasuk yang membaca posting ini). Panjang sekali jalan untuk membentuk bangsa yang pandai, terpelajar, dan bermartabat. Tapi, semua harus dimulai: dari diri kita sendiri.

Monday, November 04, 2002

Marhaban ya Ramadhan
Mengucapkan selamat menunaikkan ibadah puasa buat rekan-rekan yang melaksanakannya. May our Creator God of All That Is spreads more light and loves to all of human being. A-men.
What is Your Inner Flower?


/* ========google analytics===== =============================*/